Pada
dekade 1940-1950an pasca perang dunia kedua berakhir singapura di prediksi
tidak memiliki harapan untuk memiliki masa depan ekonomi yang bagus bahkan pada
masa itu singapura tidak mampu menopang perekonomiannya sendiri, hal ini
dikarenakan para negara-negara imperalis peserta perang dunia mengalami
kerusakan parah hingga kolaps. Pada masa itu para negara-negara persemakmuran
termasuk singapura yang notabene adalah koloni dari inggris diharapkan dapat
membantu untuk membayar dan membangun kembali perekonomian negara.
Sebagai
Enterport global, Negara Singapura sangat menggantungkan perdagangan di
pelabuhan miliknya. Pada 1965 sendiri, perdagangan dan manufaktur menyumbang
masing-masing 30% dan 15% seluruh GDP. Pada masa itu singapura sangat ketergantungan
terhadap ekspor impor dari Malaya dan Indonesia. Namun, setelah tahun 1965
ketika singapura memutuskan berpisah dengan malaysia secara bertahap
kebijakan-kebijakan Singapura mengalami perubahan. Pemerintah PAP mengikuti
saran dari Albert Winseus (ekonom belanda dari PBB) melakukan konsentrasi pada
kebijakan impor secara lokal dan menawarkan perlindungan terhadap industri
lokal agar dapat tumbuh secara bertahap hingga menjadi industri besar.
Singapura
memiliki jalur perdagangan yang sangat strategis dan tidak menyia-nyiakan hal
ini. industri minyak singapura sangat
diuntungkan dengan kondisi ini negara tetangga yakni Indonesia dan Malaysia
mengirim minyak mentah untuk dikirim ke eropa melalui singapura untuk dijadikan
minyak siap pakai hingga pada akhirnya
karena memiliki tangki penyimpanan massal untuk minyak tanah di Pulau Bukom
Singapura mengundang perusahaan-perusahaan minyak untuk membangun perusahaan di
singapura dan melakukan proses penyulingan hingga menjadi minyak siap pakai
yang kemudian langsung diekspor ke Eropa, hal inilah yang membuat singapura
mendapat untung besar dan membuat perusahaan asing seperti caltex, exxon mobil,
BP berbondong-bondong mendirikan di singapura karena singapura dianggap markas
besar untuk mencari minyak di perairan. Hingga pada 1980, Singapura menjadi
pusat Industri minyak terbesar di Asia Tenggara.
Awal
1960-an, PAP sebagai partai dominan dalam pemerintahan mulai mendorong untuk
melakukan industrialisasi dimana secara
administratif tata kelola pelabuhan ditata kembali. Kemudian Departemen
Kelautan dan Pekerjaan Umum singapura pada masa itu membentuk sebuah institusi
yang diberi nama Port of Singapore Authority ( PSA ) . yang bertanggung jawab untuk menjaga pelabuhan , meningkatkan pelayanan
, menjadi informan handal , mengendalikan navigasi laut, sekaligus memelihara
mercusuar dan alat bantu navigasi . Dimulai pada awal 1960an Pelabuhan
diperluas agar dapat mencakup lima dermaga utama , termasuk satu di sisi utara
yakni pulau Sembawang, yang khusus menangani ekspor-impor kayu.
Hal
ini bertujuan untuk Meningkatkan efisiensi pelabuhan dan mengurangi jumlah
pekerja, selain itu juga dapat meningkatkan kapasitas pelabuhan pada
ditahun-tahun berikutnya. Pelabuhan Singapura selalu mengalami pembaharuan agar
dapat menampung kapasitas yang besar dan sekaligus membuat para pengunjung
merasa nyaman. karena Signapura adalah salah satu dari empat pelabuhan utama di
Asia , setelah Hong Kong , Kobe dan Kaohsiung.
Dan kini pelabuhan singapura memiliki lima terminal minyak utama yang masing-masing
dioperasikan oleh perusahaan minyak Shell ,Mobil , Esso , Caltex dan BP.
No comments:
Post a Comment