Terlepas
dari semua kontroversi yang ada antara Ahok, Surat al-maidah ayat 51 dan
gugatan baliknya kepada penyebar video tersebiut, memang seharusnya ahok tidak
menggunakan dasar ayat suci al-qur’an dalam pidatonya tersebut. sebagai
satu-satunya calon non-muslim dalam pilgub DKI, isu SARA merupakan isu yang
paling sensitif sekaligus strategis untuk diolah. Dalam kacamata saya sebagai
seorang muslim, bagaimanapun seorang Ahok tetaplah salah dengan segala
pembelaannya, seorang ahok tidaklah memiliki kapasitas sebagai ahli Al-Qur’an
ataupun hadist yang shahih dalam menafsirkan makna dari pada ayat-ayat
tersebut, ditambah lagi koh ahok bukanlah seorang muslim, ya otomatis hujatan,
cacian, makian akan tertuju ke koh ahok yang notabene dianggap sembarangan
dengan surat al-qur’an.
Walaupun
tanpa repot-repot berpidato di kepulauan seribu dan menyinggung surat
al-maidah, tetap saja akan banyak orang nyinyir kafir, dzholim, antek wahyudi,
c*na dan lain sebagainya. Nah ini ditambah pake nyatut surat al-maidah lagi,
gimana ndak tambah digunjing koh ahok? Kalau kata temen saya yang jurusan
politik ini namanya blunder politik, artinya koh ahok yang sekarang ini menjadi
calon gubernur petahana kurang berhati-hati dalam mencitrakan dirinya sehingga
kekurang hati-hatiannya tersebut dijadikan bola panas untuk menyerang koh ahok.
Bagaimana tidak? Dalam pidato tersebut beliau berusaha mencitrakan diri sebagai
seorang yang tidak akan mempermasalahkan agama dengan menyinggung oknum-oknum
yang jualan ayat, namun malah membuat kesalahan fatal dengan mencatut salah
satu surat didalam al-qur’an, gimana ndak blunder kalau kayak gitu? Apalagi koh
ahok seorang nasrani pula, Ya setitik nila rusak susu sebelanga jadinya. Mungkin
beliau maksudnya baik, menjadi seorang pemimpin yang profesional, adil, tanpa
memandang agama apapun, atau mungkin malah sedang kebakaran jenggot karena
cagub satunya sedang bertauhid untuk jakarta? *eh. Menanggapi kasus ini pun
seharusnya beliau tidak perlu melawan, karena didepan publik ditambah dengan
framing media, menjadi orang yang tertindas akan lebih banyak diuntungkan
daripada melawan. Apalagi yang dihadapi ini bukan warga miskin yang akan
sammina wa’ato’na ketika beliau mengeluarkan bahasa-bahasa khasnya, paling
tidak koh ahok harus bisa bermain cantik lah, jangan pakai cara kasar dalam
menanggapi isu ini. tidak perlu advokat kotak-kotaknya turun gunung semua dan
melaporkan balik si penyebar video, karena respon yang diterima publik pada
akhirnya akan beda, dan cenderung memandang beliau menjadi maha benar dengan
segala perbuatannya.
Koh
ahok merupakan sosok yang sangat unik, jika dulu mungkin beliau ini ibarat nabi
pada zaman jahiliyah yang membawa cahaya pencerahan bagi umat jakarta.
Kedatangan koh ahok memberikan warna baru dalam konteks pemimpin daerah yang
selalu monoton dengan sikap wibawa, tenang, arif, santun mereka. Beliau ini
tampil dengan gayanya sendiri dengan pembawaan yang ceplas ceplos, emosional,
tegas dan tak segan turun lapangan, ngeri lah pokoknya kalo berhadapan dengan
koh ahok ini. Tetapi secara pribadi saya mengacungi jempol dengan kinerja koh
ahok menjadi gubernur jakarta selama ini, watak keras beliau ditambah dengan
otak cerdasnya dalam mengelola birokrasi membuat jakarta sekarang ini kontras
dengan yang dulu, karena memang hari ini dibutuhkan orang-orang yang seperti
beliau ini di endonesa. Mungkin hanya perlu modifikasi sedikit lagi agar dapat
diterima masyarakat luas. Ya beruntunglah PDI yang berhasil mengusung koh ahok
ini, paling enggak elektabilitasnya naik lagi sekaligus untuk pemanasan mesin
2019. Dengan adanya koh ahok di tubuh PDI semakin menambah pula koleksi-koleksi
Bu Mega dengan adanya beberapa tokoh yang brilian ditubuh PDI, setelah ada Bu
Risma, Pak Ganjar, dan Pak Jokowi. Lihatlah, betapa baiknya Tuhan kepada Bu
Mega dengan memberikan tokoh-tokoh revolusioner ditubuh PDI. Ahh.. sudahlah ini
hanya gurauan mahasiswa yang sedang sepaneng mengerjakan skripsi, jangan
dianggap serius. ehe